Pernah saya berpikir, meraih kesuksesan adalah sesuatu yang mudah. Seperti layaknya anak muda lainnya, jiwa muda dalam diri saya memandang sesuatu dengan mudah untuk diraih. Seperti dalam teori-teori yang pernah saya pelajari bahwa, dengan konsisten melaksanakan sesuatu, kita akan mudah meraihnya. Ternyata kenyataanya tidak semudah itu, berulangkali saya melihat seseorang yang gagal, kecewa dan berulangkali mereka harus memulai dari awal. Teori yang saya pelajari terpatahkan oleh kenyataan.
Tetapi bapak saya sering memberi nasihat, beliau bercerita tentang sebatang pohon bambu yang baru tumbuh, bambu muda, bambu yang tumbuh paling tinggi diantara bambu-bambu lainnya, bambu yang baru melihat betapa luasnya dunia ini dan berpikir bisa melakukan semua dengan mudah. Tapi, apa yang terjadi ketika hujan turun dengan deras dan angin berhembus dengan kencang? bambu muda itu tidak sanggup menahannya. Sementara, bambu tua bergerak meliuk-liuk mengikuti arah angin berhembus. Bambu muda akan patah, kecuali dia selalu berada diantara rumpun bambu-bambu tua (dan persepsi saya tentang hal ini adalah anak muda yang terhantam cobaan jika tidak berada disekitar orang tua yang bijak, maka dia akan patah). Akibatnya,,,jika bambu muda itu patah sangatlah buruk. Meski nanti usianya tua, bambu itu tidak akan bisa dipakai apa-apa, bahkan untuk kayu bakar pun tidak bagus.
Sekolah saya rasakan seperti mesin produksi yang berlomba menciptakan banyak produk lulusan dengan nilai tinggi. Sekolah tidak mengajarkan inti dari pembelajaran itu sendiri, al hasil, ia hanya menciptakan para lulusan yang tidak kreatif dan berhenti melakukan pembelajaran ketika selesai meninggalkan bangku sekolah.
Para generasi muda negeri ini kaya dengan teori tapi miskin dengan praktik, kemahirannya hanya bisa ngomong teori, tetapi ketika melaksanakannya, mereka berpangku tangan. Mereka lebih senang membicarakan cara daripada melakukannya.
Lebih ironis lagi, pemerintah negeri ini pun diisi oleh para jagoan teori yang miskin implementasi. Mereka laksana bambu muda yang menjulang tapi tak mengakar. Maka saat krisis mendera, yang ada hanyalah saling menyalahkan, yang ada hanyalah menganggap teori yang dikemukakan paling sahih untuk mengatasi keadaan, sedangkan pada kenyataannya, tidak banyak tindakan dilakukan sehingga rakyat semakin banyak menjadi korban.
Sekolah dan teori menurutku hanya untuk mengembangkan pola pikir. Selanjutnya bagaimana mengamalkannya.
betul mba,,,, ๐
Sungguh menyedihkan kondisi generasi sekarang mba… eh tante…
senengnya pada hal-hal instant kayak jadi artis, anak band. Jarang banget yang kreatif bikin temuan yang menghasilkan uang…
๐
lho kok jadi tante, sejak kapan aku jadi tante hehehe
Hi hi hi… aku merasa lebih muda jadi manggilnya tante
wah bagus banget artikel nya mbak…. memang dinegri ini udah banyak orang yang merasa pinter tapi tidak pinter merasa….. salam kenal kunjungan perdana
terima kasih mas, but gimana saya berkunjung balik ya namanya kok gak ter-link..?
salam kenal kembali terima kasih kunjungannya ๐
Kalo gitu.. main ketempaku saja ya teh.. ๐
sebetulnya generasi muda kita tak kalah dengan yg namun kurangnya perhatian pemerintah terhadap prestasinya, jangan salahkan banyak peneliti, ilmuwan yg kerasan di luar negeri karena di negerinya sendiri tidak dpt mengembangkan ilmunya
hmmm bagus banget teh, semoga generasi kita kelak bisa lebi baik lagi, terkait bagaimana dengan pendidikan yang mereka dapatkan, semua berpulang dari bagaimana keluarga bisa menerapkan ilmu tentang keteladanan baginda Rasullulah, insyaAllah generasi muda kita pasi bisa lebih baik. Salam Kenal ya teh….
Assalaamu’alaikum wr.wb, mbak Nenden…
Alhamdulillah, saya suka tulisan mbak yang kretif dan kritis ini. Wah.. kita ini sama ya mbak. Jiwa seperti anak muda yang penuh semangat untuk melihat bangsa maju dan kuat. Hanya mereka yang pernah melalui jerih perih kejayaan dan mencapai kecemerlangan mampu punya kritik begini.
Kenyataan yang kita lihat hari ini, memang banyak orang suka berteori daripada praktiknnya. Banyak orang suka bercakap daripada melaksanakan apa yang diperkatakannya. Lalu apa yang berlaku, nil. Tiada apa. Ibarat tin kosong yang kuat berbunyi tapi tiada isi.
Kenapa ini berlaku ? Kerana jiwa tidak kuat untuk menempuh tantangan yang hebat. kejayaan hanya bisa dicapai dengan melalui tantanag di hadapan. Jika tidak berani ditempuh ombak, jangan berumah di tepi pantai.
Apakah kerana kurikulum pendidikan kita masa kini lebih kepada test oriented sehingga praktik pembelajaran tidak dilaksanakan telah menghanyutkan semangat anak muda untuk berani ke depan dan punya semangat waja menatang arus yang melanda. Biar dewasa dengan kebijakan.
Salut ya, 4 jempol untuk posting ini. Saya suka membacanya. ๐ Sungguh menyemarak semangat saya untuk mendidik siswa pelatih saya yang bakal jadi guru.
Salam sayang dan rindu selalu dari saya di Sarikei, Sarawak. ๐
Menurut Saya yg namanya belajar bukan hanya bisa didapatkan dari sekolah Mbak. Istilah berguru kepada alam mungkin terkait dgn ini. Terlepas dari semua itu, sekolah formal menurut Saya juga diperlukan yakni, sekurang2 untuk mengubah pola pikir & menambah pengetahuan seseorg. Sekolah formal bukan hanya semata2 u/ mencapai gelar. Mengenai negeri yg kaya akan teori dan miskin praktek, Saya juga agak sulit menjelaskannya? hehehe. Kok bisa bgtu ya? Sptnya ada kaitannya dgn sikap mental seseorang. Thanks
sekolah memang harus segera diperbaiki sistemnya.. dosen saya pernah bercerita bahwa di Australia sana pendidikan tidak seperti di Indonesia… mereka diajarkan bagaimana menghadapi kehidupan nyata…
Saya pernah berpikir seperti teteh, sekali gagal saya akan menyesal, namun keesokan harinya kegagalan tu memacu saya untuk berbuat yang sama dgn cara yg berbeda.
kurangnya gairah generasi muda saat ini adalah contoh dari pemimpin yang hanya teoritis tanpa semangat. yang hanya beragumen untuk kepentingannya semanata. bila kita memiliki Soekarno baru pastilah bangsa ini akan penuh dgn semangat yang bergelora, tak seperti sekarang yang membuat kita lembek bagai tahu. bila dulu Soekarno berkata “Aku hanya butuh 10 orang pemuda untuk membuat besar negara ini” bila sekarang pemimpinnya berkata “Aku hanya butuh 10 orang kaya untuk memakmurkan golonganku”
Hadow.. berat nih..artikel
Yang namanya sekolah pasti punya pamrih atau tujuan.. misalnya : – Mencari teman atau pacar… ๐
– Ingin Pinter dan mendapat gelar
– Biar nanti gampang dapet kerja.
– Mencari Status.. eh dia tuh anak kuliahan
loh.. ๐
– dll, ini yang populer kali ya..
Nah kalo cuma pingin pinter ya belajar..
Kalo “Anak Bambu” itu menginterprestasikan dalam kehidupan sosial sehari-hari, yang takkan ada kunjung habisnya untuk dipelajari.Keberhasilan si anak bambu tentunya dipengaruhi oleh bambu yang lain, atau lingkunga. Dimana untuk menjadi yang baik itu harus,dari keturunan yang baik,pendidikan yang baik dan lingkungan yang baik. Walaupun ini ndak sepenuhya baik.
Yang jelas.. Mbak Agiska.. baik deh.. ๐
Ga mw komen..
Cuma mw ngasih titipan tiga biji ๐
Diambil yaaa…
http://panompuan.wordpress.com/2011/03/25/award-blogger/
saya malah kadang berpikir bahwa pemerintah sebenarnya tidak sedang menjalankan fungsinya sebagai pemerintah, sebab mereka sedang mempertahankan kekuasaan mereka
Miris juga dengan kondisi pemuda sekarang, semoga harapan itu masih ada.. ๐
Dari Bambu sampai ke negara Indonesia ๐ betul2 tulisan yang menyeret opini ๐
Bagiku pemuda memang penerus bangsa, bagaimana suatu bangsa berkembang pada masa datang di tangan merekalah semua harapan itu. Semoga pemuda generasi Indonesia bisa menjadi genrasi yang lebih baik dari sekarang dan bukan jagoan teori saja ๐ฆ
Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan
hmmm intinya si bambu kecil kalau bisa ikut2an sama si bambu besar, meliak liuk supaya gak gampang patah… latihan hoola hoop kaleee… ๐
[jawaban serius]
itu dia salah kaprah di dunia pendidikan, kalo cuma nyari titel dan asal lulus ya begitulah sampai berkarir pun yang penting dapet uang dan kaya, bukan tindakan positif..
Maju terus pemuda Indonesia hehehe ๐
wo fotoku ada linknya mbak,,,,hehehe belum tak verifikasi kemarin,,,,hhehehe
fotoku ada linknya mbak,,,,hehehe belum tak verifikasi kemarin,,,,hhehehe
generasi mudah yang duduk di kantor pemerintahan skrng hanya generasi abal abal yang jd pegawai pemerintah,bukan krn SDM nya tapi krn duitnya.
Aku lagi pusing neh,ibarat bambu yang tumbuh dan tancap ke atas,datang angin gayang kesana kemari,tak ada pendirian sema sekali.kecewa aku dengan diriku.obati dulu mbak…?
Alhamdulilah… saya bisa menjadi sebatang bambu tua, meskipun hanya buat beberapa batang bambu muda
Hmm…, membaca tulisan ini jadi bersemangat terus memperbaiki diri. Benar sekali, menjadi bambu muda sebaiknya mengambil pelajaran dari bambu yang sudah tua, sehingga dapat bersama-sama menghadapi hujan deras dan angin yang kencang. Sungguh, di tengah orang-orang tua yang bijak dan bisa menjadi suri teladan adalah spirit bagi kita untuk terus berkarya.
salam semangat selalu.
alow.. mba… aku berkunjung… ga pengen komentar nich mba.. buka emailnya ya mba.. aku punya sesuatu loch..” klo bagus bilang ya mba, klo jelek diem2 aja.. see ya cekidot….
hha benar juga ya :p kayaknya enak, tapi kalau melaksanakan kok sulit hhe
pendidikan hanya mengasah secara teori tetapi penerapannya adalah langsung dilapangan dengan sosialisasi khususnya dalam pekerjaan, mudah2an dengan pendidikan yg mantaf…para pemuda bangsa bisa meraih cita2 bangsa
To all,,,, terima kasih ya atas komentar dan like nya di atas,,,,,
Salam sukses selalu buat sahabat hatiku semua,,,, mmuuuuach,,,,!!!!!
nah… saya komentar di sini saja. krn prosa lebih gampang dipahami daripada puisi. heheheh…
saya setuju bahwa di negri ini kaya teori miskin praktek. tapi hebat ya anak2 yg bisa menang olimpiade fisika itu. bikin bangga indonesia.
harap maklum..
indonesia raya memang tempatnya untuk berteori…
sekolah di indonesia katanya sulit. bisa dikatakan juga tidak sukses. karena kebanyakan tidak bisa menghasilkan manusia kreatif. kebanyakan kreativitas tidak didapat dari sekolah.
nice info ๐
kunjungan dan komentar balik ya gan
salam perkenalan dari
http://diketik.wordpress.com
sekalian tukaran link ya…
semoga semuanya sahabat blogger semakin eksis dan berjaya.